Sebuah tim peneliti telah menemukan bahwa malaria yang sudah ada
mencegah infeksi oleh parasit malaria berikutnya dengan cara membatasi
keberadaan besi dalam hati inang. Penemuan ini memiliki implikasi
penting bagi penanganan dan pencegahan malaria yang mempengaruhi jutaan
orang di seluruh dunia.
Studi tersebut dikembangkan oleh tim yang dipimpin oleh peneliti Maria M. Mota di Instituto de Medicina Molecular, Lisabon, Portugal, yang bekerja sama dengan para peneliti di Weatherall Institute of Molecular Medicine dan Universitas Oxford; dan didanai oleh Portuguese Fundacao pra a Ciencia e Tecnologia, Yayasan Sains Eropa dan Dewan Penelitian Medis, Inggris.
Dalam studi baru ini, para peneliti memfokuskan pada bagaimana parasit
malaria berkembang, baik di hati maupun dalam sel-sel darah merah dan
menganalisa pola-pola infeksi pada tikus, mencari kasus khusus "infeksi
super", di mana seseorang yang sudah terinfeksi malaria kemudian digigit
oleh nyamuk kedua yang sudah terinfeksi. Seseorang dalam kawasan resiko
tinggi dapat digigit oleh ratusan nyamuk terinfeksi malaria per tahun,
yang membuat masalah infeksi super sangat relevan.
Studi tersebut untuk pertama kalinya mengungkap peran vital besi dalam
perkembangan lebih dari satu infeksi malaria, yang memiliki implikasi
kuat bagi suplementasi besi untuk memerangi anemia pada kawasan-kawasan
endemis malaria.
Setelah nyamuk menggigit, parasit-parasit malaria pertama-tama menuju
hati, menjadi banyak, kemudian keluar dan menyerang sel-sel darah merah.
Sebelumnya diketahui bahwa parasit-parasit baik di hati maupun di darah
memerlukan besi untuk bertumbuh. Studi baru ini menunjukkan bahwa
gigitan kedua nyamuk pada seseorang yang sudah membawa parasit-parasit
darah, tidak mengakibatkan ledakan penuh infeksi kedua. Infeksi super
diblokir di hati oleh infeksi pertama. Efek protektif ini disebabkan
karena parasit-parasit darah menyebabkan parasit-parasit di hati menjadi
kehabisan besi, oleh karena itu mereka tidak dapat bertumbuh. Oleh
karena itu, hasil-hasil yang diperoleh meragukan konsep biologi bahwa
infeksi sel-sel inang berbeda (hepatosit hati atau sel-sel darah merah)
terjadi secara terpisah satu sama lain, yang juga memiliki dampak pada
bidang penelitian infeksi yang melebihi malaria.
Dr. Silvia Portugal, peneliti pertama studi tersebut mengatakan: "Saya
sangat senang kami bisa menemukan interaksi menarik seperti itu terjadi
antara tahap-tahap parasit malaria berbeda pada satu inang, dan ini
mungkin berkontribusi bagi pengendalian malaria di masa yang akan
datang."
Dr. Maria Mota, yang memimpin studi tersebut di Instituto de Medicina Molecular
di Lisabon mengatakan: "Penemuan kami membantu menjelaskan
perbedaan-perbedaan pada resiko infeksi dan kompleksitas infeksi pada
orang-orang muda yang diamati di kawasan-kawasan endemis malaria yang
memiliki penjelasan spekulatif yang dibutuhkan hingga saat ini. Lagi
pula, mereka meragukan pemikiran bahwa infeksi pada tipe-tipe sel
berbeda terjadi secara independen, yang mungkin berdampak pada
penelitian mendatang dalam bidang penyakit menular secara keseluruhan."
Dr. Hal Drakesmith yang bekerja sama mempimpin studi tersebut di Weatherall Institute of Molecular Medicine
menambahkan: "Sekarang karena kita mengerti bagaimana parasit-parasit
malaria melindungi wilayah mereka dalam tubuh dari parasit-parasit
pesaingnya, kita mungkin dapat mempertinggi mekanisme pertahanan alami
ini untuk memerangi resiko infeksi-infeksi malaria. Pada saat yang sama
kami perlu melihat kembali pada kelayakan program-program suplementasi
besi di kawasan-kawasan endemis malaria, sebagaimana kenaikan resiko
infeksi yang mungkin terjadi perlu ditimbang dengan manfaat-manfaat yang
didapatkan. Lebih banyak data diperlukan untuk masalah ini."
Malaria merupakan penyakit merusak yang mempengaruhi kawasan-kawasan
ekstensif Afrika, Asia, Amerika Tengah dan Selatan, menyebabkan beberapa
ribu kematian per tahun pada anak-anak di bawah lima tahun. Malaria
disebabkan oleh infeksi Plasmodium parasit protozoa, yang termasuk pada
jenis Apikompleksa. Percobaan untuk membasmi malaria sejauh ini belum
berhasil. Kegagalan tersebut bisa dihubungkan pada kenaikan resistensi
insektisida pada nyamuk dan pada obat-obatan anti malaria pada parasit.
Ada kebutuhan mendesak pengembangan strategi baru melawan malaria.
Penemuan ini dipublikasikan tanggal 15 Mei 2011 di Nature Medicine.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment